Lombok Timur - Beberapa tahun belakan sejak gempa melanda Provinsi NTB 2018 silam, kemudian disusul COVID 19 yang menyebar di seluruh Indonesia mengakibatkan PTC (Pancor Trade Center) seakan-akan menjadi “Kota Tua” yang hanya menyimpan beberapa kenangan. PTC (Pancor Trade Center) yang dulunya ramai kini sebaliknya sepi pengunjung.
Namun dibalik bencana alam dan pandemi yang melanda, kondisi ini diduga diakibatkan oleh oknum yang tidak ingin PTC bangkit kembali, hal ini terlihat saat dua organisasi Rumah Sandiuno Indonesia (RSI) yang berkolaborasi dengan Serikat Pers Republik Indonesia mencoba menggelar Bazar dan Santunan Anak Yatim Piatu untuk membangkitkan kembali perekomian di PTC Pancor saat bulan Suci Ramadhan dimana terdapat pengerahan preman secara terorganisir untuk mengacaukan acara bazar tersebut, dari intimidasi terhadap Panitia sampainpungutan liar terhadap para peserta bazar.
"Saat Bazar dan Santuan Anak Yatim Piatu, mereka intimidasi kita sebagai Panitia dan belum lagi pungutan liar terhadap peserta bazar sehingga peserta bazar keluar", ujar Amrin selalu Ketua Panitia saat itu.
Kondisi ini pun berlanjut saat komplek pertokoan PTC Pancor mulai hidup dengan adanya Kedai Mogen yang mengubah konsep usahanya dari usaha angkringan menjadi angkringan dan karaoke keluarga.
Baru satu bulan berjalan, Kedai Mogen ini di terpa isu tidak sedap yang sengaja di sebar oleh oknum yang tidak ingin komplek pertokoan itu rame kembali seperti awal di resmikan. Dari isu tempat minum miras, tempat menjual miras dan menyediakan PS (Partner Song/Pemandu Lagu).
"Perlu kami jelaskan, tempat kami tidak menjual miras apalagi menyiapkan PS/Pandu Lagu. Dan hal itu juga sudah di periksa oleh Kelurahan, Kecamatan, Koramil, Polsek dan Pol PP. Yang membawa miras ke tempat kami banyak, tapi kami tahan di pintu masuk. Tapi yang jadi masalah, kalau kita tidak kasi mereka masuk, mereka menenggak miras di depan tempat usaha. Kami diamkan salah, kami kasi mereka masuk juga salah! Bahkan sudah beberapa kali mereka datang dalam kondisi mabuk ke tempat kami dan bikin onar, tapi bagian keamanan kami menghalau oknum tersebut. Namun yang anehnya, oknum yang bermain di belakang menuduh kami lah biang keroknya", ucapnya.
Ia pun menambahkan "Saat PTC sepi, apakah ada pihak yang mau perduli? Tidak Ada! Dua tahun lebih kami terseok seok akibat pandemi Covid-19, namun saat kami berinovasi dan mulai bangkit namun sahangnya ada pihak pihak yang iri dan tidak ingin PTC ini bangkit kembali. Dan anehnya mereka di akomodir", pungkasnya.
Pimpinan Umum di Lintas Media Grup ini pun menyindir oknum aparat penegak hukum yang tutup mata dengan pesta miras dari pagi sampai pagi lagi di PTC yang meresahkan penghuni yang menyewa pertokoan milik pemda sebagai tempat usaha. Praktek ini bukan sebulan dua bulan, namun sudah bertahun tahun. Begitu juga praktek penjualan miras secara ilegal di wilayah hukum Lombok Timur terkesan di tutup tutupi.
Harusnya semua pihak harus memberikan perhatian khusus pada perkembangan dunia usaha di Lombok Timur, pasalnya sejak bencana gempa bumi melanda Lombok dan di sambut lagi Pandemi Covid-19 membuat sebagian besar usaha ambruk yang mengakibatkan pengangguran meningkat pesat di Lombok Timur.
"Sekarang waktunya pemulihan ekonomi, harusnya pada saling mendukung dan bahu membahu membangkitkan perekonomian Lombok Timur, bukan mempersulit pengusaha untuk berkembang", cetus nya.
Enterpreneur muda yang juga sebagai pentolan Rumah SandiUno Indonesia di Provinsi Nusa Tenggara Barat ini pun menyinggung Perda Pemerintah Kabupaten Lombok Timur Nomor 8 Tahun 2002 Tentang Larangan Memproduksi, Mengedarkan, Menjual dan Meminum Minuman Keras/Beralkohol. Menurutnya Perda ini bisa menghambat perkembangan perekonomian di Lombok Timur, khususnya di Sektor Pariwisata.
"Dari pada ilegal, mending di legalkan aja pe njualan miras dengan zona/lokasi tertentu atau daerah pariwisata. Yang untungkan daerah, dapat tambahan kas daerah atau retribusi. Ketimbang ijin di persulit dengan alasan Perda, kan yang untung oknum oknum di bawah yang bermain. Buktinya sekalipun ada Perda, tetap aja masih banyak yang menjual miras. Harusnya ada zona pengecualian seperti daerah pariwisata, dan atau zona yang berdekatan dengan terminal atau jantung kota. Sehingga tamu Domistik dan Mancanegara tidak bingung mencari tempat hiburan. Yang berkunjung ke Lotim tidak semuanya Ustaz, ada juga orang biasa dan bahkan Non Muslim", tutupnya.
Ia pun berharap Pemda segera merevisi isi Perda Nomor 8 Tahun 2002 sehingga sektor pariwisata di Lombok Timur segera bangkit. Begitu juga infrastruktur yang menuju obyek pariwisata untuk segera di benahi. Dan jika di butuhkan, jaringan RSI yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia akan siap berkolabari dengan Pemda Lombok Timur untuk membangkitkan Pariwisata. (Alfy)
@lombokepo