Mataram - Pandemi Covid-19 tak hanya menimbulkan permasalahan kesehatan saja, melainkan merambat juga ke banyak permasalahan ekonomi dan sosial, termasuk permasalahan kekerasaan perempuan dan anak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mencatat berdasarkan data SIMFONI PPA, pada 1 Januari - 19 Juni 2020 telah terjadi 3.087 kasus kekerasan terhadap anak, diantaranya 852 kekerasan fisik, 768 psikis, dan 1.848 kasus kekerasan seksual.
Di Provinsi NTB sendiri Angka kekerasan pada anak dilaporkan meningkat. Hingga triwulan ke dua 2020, peningkatan tersebut tercatat sebesar 12 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi NTB menggelar Rapat Penyusunan Peraturan Gubernur tentang Penyelenggaraan Sistem Perlindungan Anak di Ruang Anggrek Kantor Gubernur NTB, Kamis 25 Juni 2020. Rapat tersebut dipimpin oleh Bunda PAUD sekaligus Ketua TP PKK NTB Hj. Niken Saptarini Widyawati Zulkieflimansyah bersama Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB), Hj. Putu Selly Andayani, serta perwakilan Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan lembaga Non Goverment Organizations (NGO) yang mengurusi kasus kekerasan anak.
Dalam rapat yang dimoderatori oleh Asisten I Pemprov NTB Baiq Eva, tersebut Bunda Niken menjelaskan bahwa dalam menyelesaukan kasus permasalahan anak dibutuhkan sistem penanganan dan pencegahan yang baik. Agar pemerintah dan NGO pemerhati anak dapat bekerja secara koordinatif, fokus, dan tepat sasaran. Jika memiliki pedoman dalam hal ini Peraturan Gubernur akan lebih mudah menentukan langkah untuk menyelesaikan permasalahan.
"Semoga rapat ini bisa menghadirkan Peraturan Gubernur yang rinci sehingga seluruh hak-hak anak dapat terpenuhi dan terlindung dari kekerasaan," harap Bunda Niken.
Sementara itu, Kepala DP3AP2KB, Hj. Putu Selly Andayani menjelaskan kasus kekerasan anak saat pandemi virus Corona (Covid-19) meningkat dikarenakan anak diliburkan sekolah. Sehingga anak menghabislan lebih banyak waktu di rumah. Dimana dalam konteks kekerasan rumah tangga, ketika banyak di rumah dapay meningkatkan stres bagi orangtua dan anak. Itulah yang juga kemudian memicu terjadinya kekerasan.
Tak hanya itu, permasalahan anak lainnya juga diperkirakan lebih banyak terjadi saat anak tidak bersekolah. Seperti penyalahgunaan gadget atau kenakalan remaja dikarenakan kurangnya perhatian orangtua.
Oleh sebab itu, selain diharapkan Peraturan Gubernur terkait Penyelenggaraan sistem Perlindungan Anak dapat segera diselesaikan, Bunda Selly panggilan akrab Kepala DP3AP2KB, berharap agar Dinas Pendidikan NTB dapat segera membuka kembali sekolah yang tentunya dengan protokol Covid-19 yang ketat. Sebagai langkah awal, Dinas Pendidikan NTB diminta Bunda Selly untuk untuk membuat sekolah percontohan dalam masa Covid-19.
"Dinas Pendidikan bisa mulai membuat sekolah percontohan selama masa Covid-19," jelas Bunda Selly.
Segala saran dan masukan dalam Rapat pembahasan draft Pergub Penyelenggaraan Sistem Perlindungan Anak akan dipertimbangkan dan diputuskan pada rapat-rapat selanjutnya. (novita, @diskominfotikntb/LNG04)
@lombokepo