Direktur Lembaga Kajian Sosial dan Politik M16 Mataram, Bambang Mei Finarwanto |
Mataram - Kontestasi pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 2020 diyakini akan berlangsung seru. Hal ini dikatakan Direktur Lembaga Kajian Sosial dan Politik M16 Mataram, Bambang Mei Finarwanto.
Menurut pria yang lebih akrab disapa Didu, pilkada 2020 memberikan kesempatan bagi para pendatang baru bersaing menawarkan gagasan dan terobosan kepada masyarakat di NTB.
Pilkada 2020 sendiri akan diselenggarakan di tujuh kabupaten dan kota yang ada di NTB, seperti Kabupaten Lombok Tengah, Lombok Utara, Kota Mataram, Kabupaten Bima, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kabupaten Dompu.
Didu beranggapan pilkada 2020 menjadi titik momentum bagi para pendatang baru lantaran banyak pertahana yang sudah tidak bisa mengikuti pertarungan karena sudah dua periode menjabat.
“Secara garis besar, masyarakat di seluruh kabupaten dan kota di NTB menginginkan ada pembaharuan dan perubahan, tidak melulu orang itu lagi, itu lagi,” ujar Didu di Mataram, Rabu (17/7).
M16 yang mengawal peta kontestasi pilkada di NTB dalam beberapa tahun terakhir melihat adanya kecenderungan masyarakat NTB yang lebih menginginkan perubahan. Didu mengambil contoh pasangan Zulkieflimansyah dan Sitti Rohmi Djalilah yang awalnya tidak diunggulkan sebagai pendatang baru, justru keluar sebagai pemenang. Padahal, pasangan yang diusung PKS dan Demokrat itu bersaing dengan nama-nama yang relatif jauh lebih populer.
Tren perubahan semakin mengemuka tatkala pemilihan legislatif (pileg), baik tingkat DPRD Provinsi NTB, DPRD kabupaten/kota, DPR RI, hingga DPD RI yang memunculkan nama-nama baru sebagai pemenang. “Trennya di NTB dalam beberapa tahun terakhir seperti itu, banyak pendatang baru yang justru sukses memikat hati masyarakat,” kata Didu.
Didu menilai tren kesuksesan para pendatang baru akan terjadi pada pilkada 2020, apabila nama-nama lama cenderung menganggap remeh kehadiran para pendatang baru. Dalam pandangannya, kata Didu, pendatang baru mampu mengubah kekurangan menjadi kelebihan, hal ini yang tidak dimiliki para petahana yang kerap terbelenggu oleh zona nyaman
“Para pendatang baru paham dirinya tidak sepopuler petahanan, makanya dia maksimal turun ke lapangan, menyerap aspirasi dan keinginan masyarakat,” ucap Didu. Selain itu, para pendatang baru juga cenderung //nothing to lose// sehingga tidak begitu peduli tentang hasil akhir, melainkan berusaha semaksimal mungkin. Meski begitu, lanjut Didu, para pendatang baru juga harus tepat menggunakan strategi agar tepat sasaran.
Didu mengatakan para pendatang baru sebaiknya bermain pada ranah yang kerap diabaikan oleh para petahana yakni media sosial dan terobosan kampanye yang unik dan kreatif serta pola partisipatif.
“Dengan menggunakan pola-pola tersebut, masyarakat lebih merasa dilibatkan. Sudah tidak zamannya lagi kampanye dengan model konvensional, sudah ketinggalan zaman,” ungkap Didu.
(LGN01)
@lombokepo