Jogyakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika RI melalui Bapak Ferdinandus Setu, S.H., M.H selaku Plt. Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika RI pada tanggal 28 Juni 2019 merilis Siaran Pers No. 120/HM/KOMINFO/06/2019 tentang Pelaksanaan Seleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022. Siaran pers tersebut secara utuh bisa diakses melalui: https://www.kominfo.go.id/…/siaran-pers-no-12…/0/siaran_pers.
Saya sebagai salah satu Warga Negara Indonesia (WNI) berprofesi sebagai Ketua Program Studi S1 Ilmu Komunikasi STIKOM "AKINDO" Yogyakarta sekaligus pemerhati dunia penyiaran nasional memberikan sejumlah tanggapan maha penting sebagai berikut:
Pertama, bahwa Kementerian Komunikasi dan Informatika RI dan Panitia Seleksi Calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 secara vulgar dan terang-terangan menyatakan bahwa telah menjadikan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nomor: 01/P/KPI/07/2014 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia sebagai salah satu rujukan hukum utama atau landasan yuridis dalam Pembentukan Panitia Seleksi Calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022. Hal tersebut tercermin secara langsung dari poin 4 dari siaran pers tersebut.
Bahwa esensi hukum dari Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nomor: 01/P/KPI/07/2014 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia Pasal 10 ayat 1; "Penetapan Tim Seleksi pemilihan anggota KPI Pusat dilakukan oleh DPR RI". Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nomor: 01/P/KPI/07/2014 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia Pasal 10 ayat 4 menyatakan: “Surat Keputusan (SK) Penetapan Tim Seleksi Pemilihan Anggota KPI Pusat disusun dan ditandatangani oleh DPR RI".
Merujuk siaran pers yang dikeluarkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI diatas, bahwa yang menetapkan dan menandatangani Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022 adalah Menteri Komunikasi dan Informatika RI (Bapak Rudiantara, S.Stat., M.B.A.) melalui penerbitan Surat Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 798 Tahun 2018 tentang Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022 dan dan Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 115 Tahun 2019--sebagaimana dinyatakan dalam siaran pers tersebut pada poin 1.
Dengan demikian, fakta hukumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI yang telah menerbitkan dan menetapkan Surat Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 798 Tahun 2018 tentang Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022; telah melanggar/bertentangan dengan Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nomor: 01/P/KPI/07/2014 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia Pasal 10 ayat 1 dan 4.
Artinya, hal tersebut dapat diindikasikan sangat kuat sebagai cacat hukum sekaligus maladministrasi. Sesuai dengan referensi yang terkandung dalam Undang-Undang RI Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Pasal 1 ayat 3 menyatakan bahwa: "maladministrasi adalah perilaku dan perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan".
Kedua, merujuk pada Surat Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 798 Tahun 2018 tentang Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022, ternyata jumlah anggota Panitia Panitia Seleksi Calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 sebanyak 16 orang. Mereka adalah: Agus Pambagyo, Bambang Wibiwarta, Betti Alisjahbana, Dadang Rahmat Hidayat, Deddy Hermawan, Dewi Motik Pramono, Erry Riyana Hardjapamekas, Masdar Farid Mas'udi, Raden Muhammad Samsudin Dajat Hardjakusumah, Rhenaldi Kasali, Seto Mulyadi, Slamet Rahardjo Djarot, Sujarwanto Rahmat Arifin, Susanto, Yudi Latief, dan Yosep Stanley Adi Prasetyo.
Fakta hukum tersebut sangat jelas bertentangan dengan Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/07/2014 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia Pasal 10 ayat 3. Bahwa: “Tim seleksi pemilihan anggota KPI Pusat terdiri atas 5 (lima) orang anggota yang dipilih dan ditetapkan oleh DPR RI dengan memperhatikan keterwakilan unsur tokoh masyarakat, akademisi/kampus, pemerintah, dan KPI Pusat".
Berdasarkan dua fakta hukum di atas, terkait kesalahan jumlah anggota Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022 yang tidak sesuai ketentuan regulasi dan adanya kesalahan pihak yang berhak menetapkan dan menandatangani Surat Keputusan tentang Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022; karena melanggar ketentuan dalam Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/07/2014 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia Pasal 10 ayat 3 dan 4; maka diindikasikan sangat kuat bahwa eksistensi, legalitas dan keputusan yang sudah ditetapkan oleh Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022 tidak sah menurut hukum.
Sebagai catatan tambahan, bahwa Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022 yang disusun dan disahkan oleh Menkominfo RI melalui Surat Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 798 Tahun 2018 tentang Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022 sangat patut diduga sejak awal dari "konsepnya" sudah direncanakan (disengaja/by design) untuk tidak mempergunakan Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/07/2014 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia sebagai acuan utama dalam proses seleksi tersebut. Pertanyaan lanjutannya adalah, berbagai tahapan dan kerja Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022 selanjutnya dan selama bekerja berdasarkan atas peraturan hukum yang manakah? Dalam negara hukum, semua keputusan dan langkah yang dilakukan oleh Badan Publik maupun Penyelenggara Layanan Publik--dalam konteks ini adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika RI dan Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022 wajib 'ain berpedoman pada ketentuan hukum yang berlaku.
Ketiga, siaran pers pada poin 3 menyatakan bahwa "Setelah terjaring 48 (empat puluh delapan) nama calon anggota KPI Pusat, Pansel melakukan penelusuran rekam jejak yang melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), para stakeholder bidang penyiaran dan masyarakat serta tracking media sosial. Hal ini merupakan bentuk komitmen dan transparansi Pansel dalam menjaring calon yang berkualitas".
Tanggapan saya, bahwa setelah terjaring 48 nama calon anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 untuk mengikuti tes wawancara, Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022 melakukan penelusuran yang melibatkan KPK, PPATK dan stakeholders dll. Dalam pengumuman yang dilakukan oleh Kominfo RI secara jelas sudah dibatasi bahwa masukan dari masyarakat dibatasi terakhir pada 8 Februari 2019. Alur ini sebenarnya sudah sangat baik karena dimaksudkan untuk dapat dilakukan klarifikasi, konfirmasi, afirmasi, verifikasi langsung kepada seluruh peserta seleksi wawancara agar bisa dilakukan cek dan ricek (cover both/all sides) pada saat proses wawancara yang dilaksanakan pada 4 dan 5 Maret 2019 di Jakarta. Adanya pemanggilan berbagai stakeholder setelah tanggal yang ditetapkan di atas, pada prinsipnya menyalahi asas kepastian hukum karena sudah melewati batas waktu yang sudah ditetapkan Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022. Sebab jika melampaui tanggal yang sudah ditetapkan di atas, Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022 sudah tidak bisa lagi melakukan cek dan ricek langsung kepada peserta wawancara sehingga informasi dan data yang didapatkan bersifat bias dan sepihak saja.
Keempat, sesuai dengan siaran pers poin 4 bahwa: "Setelah dilakukan penelusuran rekam jejak dan proses seleksi yang ketat, maka Pansel menetapkan 27 (dua puluh tujuh) nama sesuai proses-proses yang telah dilalui dengan memperhatikan representasi gender serta 7 (tujuh) nama petahana (incumbent). Keputusan ini diambil untuk menjamin hak-hak para calon di luar petahana yang telah lolos seleksi, sehingga keberadaan 7 calon petahana tidak menghalangi calon-calon potensial untuk bersaing dalam fit and proper test yang dilaksanakan oleh Komisi I DPR RI. Calon petahana (incumbent) pada prinsipnya ditetapkan merujuk pada ketentuan Pasal 13 ayat (8) Peraturan KPI Pusat Nomor 1 Tahun 2014 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia, yang penafsirannya disepakati dalam beberapa kali rapat dengan Komisi I DPR RI".
Tanggapan tegas saya dengan adanya penetapan 34 calon anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 yang ditetapkan akan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di DPR RI pada 8-10 Juli 2019 (antara lain: Adam Bachtiar, Ade Bujaerimi, Agung Suprio, Ahmad Fajruddin Fatwa, Aswar Hasan, Bambang Hardi Winata, Boyke Priutama, Dadan Saputra, Dayu Padmara Rengganis, Dewi Puspasari, Dewi Setyarini, Dwi Ajeng Widyarini, Hardly Stefano Fenelon Pariela, Ida Bagus Alit Wiratmaja, Imam Wahyudi, Ira Diana, Irsal Ambia, Mayong Suryo Laksono, Mimah Susanti, Mirna Apriyanti, Mochammad Dawud, Mohamad Reza, Mohammad Zamroni, Muhammad Khoirul Anwar, Mulyo Hadi Purnomo, Nadhiroh, Nuning Rodiyah, Prilani, Rando Nadeak, Riyanto Gozali, Satrio Arismunandar, Tita Melia Milyani, Ubaidillah, dan Yuliandre Darwis), sangat bertentangan dengan amanah Peraturan KPI Pusat Nomor 1 Tahun 2014 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia Pasal 14 ayat 2: “Calon yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan berjumlah 3 (tiga) kali lipat atau minimal 2 (dua) kali lipat dari jumlah anggota KPI Pusat yang akan ditetapkan”. Bahwa sesuai dengan regulasi tersebut, maka jumlah maksimal calon anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 yang berhak mengikuti uji kepantasan dan kelayakan di hadapan DPR RI adalah 27 orang (berasal dari jumlah anggota KPI Pusat yang sebanyak 9 orang dikalikan 3) atau berjumlah minimal 18 orang. Keputusan bersama yang ditetapkan oleh Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, dan DPR RI Komisi 1 dengan menetapkan 34 orang yang berhak mengikuti uji kelayakan dan kepantasan di DPR RI, jelas ketetapan jumlah 34 orang tersebut melanggar regulasi di atas.
Pada aspek lain, dalam siaran pers tersebut menjelaskan bahwa 7 petahana (incumbent) yang masuk dalam 34 calon anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 yang berhak mengikuti uji kepantasan dan kelayakan di DPR RI, yang diklaim merujuk pada ketentuan Peraturan KPI Pusat Nomor 1 Tahun 2014 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia Pasal 13 ayat 8: "Calon incumbent (petahana) yang lolos seleksi administrasi tidak melalui proses uji kompetensi, tetapi langsung mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di DPR RI". Faktanya, dalam proses seleksi tersebut, seluruh petahana (berjumlah 7 orang) sama persisnya mengikuti proses seleksi dari awal sampai selesai, baik seleksi makalah, asesment psikologis-Tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI), dan wawancara. Jadi jika memang Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022 konsisten dan patuh pada Peraturan KPI Pusat Nomor 1 Tahun 2014 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia Pasal 13 ayat 8; maka para petahana yang mendaftar cukup mendaftar dan memenuhi semua persyaratan administrasi dan langsung mengikuti tahap terakhir yakni uji kelayakan dan kepantasan di DPR RI. Kedua, melakukan seleksi terhadap seluruh peserta non petahana sebagaimana yang dibutuhkan adalah 27 orang dikurangi 7 orang (petahana) yakni 20 orang kandidat. Jadi total calon anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 yang dikirimkan untuk mengikuti uji kelayakan dan kepantasan di DPR RI adalah 27 orang (terdiri atas 20 orang non petahana dan 7 orang petahana).
Klaim bahwa Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Periode 2019-2022 telah melaksanakan dengan baik Peraturan KPI Pusat Nomor 1 Tahun 2014 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia Pasal 13 ayat 8. Namun dalam waktu bersamaan, ternyata mereka sekaligus melanggar dengan terang-terangan Peraturan KPI Pusat Nomor 1 Tahun 2014 tentang Kelembagaan Komisi Penyiaran Indonesia Pasal 10 ayat 1, Pasal 10 ayat 3, dan Pasal 10 ayat 4, serta Pasal 14 ayat 2. Bukankah dalam proses seleksi Calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022 telah terjadi indikasi sangat kuat adanya inkonsistensi, cacat hukum, dan maladministrasi terhadap hukum yang dilakukan oleh tiga pihak sekaligus (Kominfo RI, Panitia Seleksi Calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022, dan DPR RI Komisi 1)?
Penghentian dan atau penundaan proses seleksi Calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022—yang diagendakan oleh DPR RI memasuki tahap uji kelayakan dan kepatutan di DPR RI pada 8-10 Juli 2019 menjadi sebuah keharusan. Pembatalan dan atau penganuliran hasil keputusan terhadap 34 orang nama yang sudah ditetapkan oleh DPR RI demi penegakan hukum menjadi tuntutan hukum yang riil, dan sangat mendesak demi kedaulatan dunia penyiaran dan kepentingan nasional yang lebih besar. Presiden RI sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam kewenangan struktur birokrasi di Indonesia wajib mengambil tindakan tegas dan mendesak segera. Agar Ombudsman Republik Indonesia (ORI) dan pihak-pihak terkait bertindak cepat, tepat, dan cekatan, serta profesional dalam melakukan penyelidikan dan pengauditan (investigasi) atas adanya dugaan maladministrasi dan cacat hukum dalam Proses Seleksi Calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022. Publik dan pers juga wajib untuk mengkritisi dan melakukan kegiatan investigasi bersama atas proses seleksi Calon Anggota KPI Pusat Periode 2019-2022, agar sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Atas perhatian dan kerjasamanya, saya mengucapkan banyak terima kasih. Jika ada kesalahan, saya memohon maaf yang sedalam-dalamnya.
@lombokepo